Sabtu, 29 Januari 2011

Rahasia Dibalik Arang Tempurung Kelapa

Potensi Kelapa

Dengan produksi buah kelapa rata-rata 15,5 miliar butir per tahun,
total bahan ikutan yang dapat diperoleh 3,75 juta ton air, 0,75 juta ton
arang tempurung, 1,8 juta ton serat sabut, dan 3,3 juta ton debu sabut.
Industri pengolahan komponen buah kelapa tersebut umumnya hanya
berupa industri tradisional dengan kapasitas industri yang masih sangat
kecil dibandingkan potensi yang tersedia. Besaran angka-angka di atas
menunjukkan bahwa potensi ketersediaan bahan baku untuk membangun
industri masih sangat besar. Luas areal dan produksi kelapa per propinsi
tahun 2003-2005 disajikan pada Tabel 9. Daerah sentra produksi kelapa
di Indonesia adalah Propinsi Riau, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Utara,
dan Sulawesi Tengah.

Arah Pengembangan Produk

Data Asia Pasific Coconut Community (APCC) menunjukkan bahwa
konsumsi kelapa segar penduduk Indonesia sekitar 36 butir/kapita/tahun
atau 7,92 miliar butir (51,1%). Bila produksi buah kelapa nasional sebanyak
15,5 miliar butir/tahun, maka buah kelapa yang dapat diolah di sektor
industri adalah 7,57 miliar butir (48,9%). Jumlah ini dapat memenuhi
kebutuhan 29 unit industri dengan kapasitas 1 juta butir/hari.
Dari buah kelapa dapat dikembangkan berbagai industri yang
menghasilkan produk pangan dan non pangan mulai dari produk primer
yang masih menampakkan ciri-ciri kelapa hingga yang tidak lagi
menampakkan ciri-ciri kelapa. Dengan demikian, nilai ekonomi kelapa tidak
lagi berbasis kopra. Keadaan tersebut sudah berkembang di negara-negara
lain, seperti di Filipina. Dari total ekspor produk kelapa Filipina (US$ 920
juta), sekitar 49% diantaranya adalah berupa produk bukan CCO. Terkait
hal itu, secara nasional promosi program diversifikasi di pedesaan untuk
menghasilkan produk kelapa setengah jadi yang terkait dengan industri
berteknologi tinggi perlu dikembangkan.

Pengolahan Tempurung

Hampir 60% butir kelapa yang dihasilkan dikonsumsi dalam bentuk kelapa segar, di mana sebagian besar untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Ini berarti tempurung sisa berada di sekitar pasar sebagai limbah pasar. Untuk memproduksi 1 kg arang dari tempurung diperlukan tempurung dari 10 butir kelapa. Kalau satu drum untuk pengolahan tempurung kapasitasnya 100 pasang tempurung (100 butir) kelapa. Maka untuk membakar tempurung yang berasal dari penduduk sekitar pasar sebanyak 200.000 penduduk, sejumlah 1.200.000 butir (konsumsi 6 butir/kapita),  diperlukan drum pembakar sebanyak 144 buah/tahun. Jumlah ini akan menghasilkan 120 ton arang per tahun. Seperti halnya industri sabut, industri arang tempurung yang ada di daerah sentra produksi kelapa juga layak secara finansial. Hasil analisis sensitivitas industri ini menunjukkan harga minimal arang Rp 352,5/kg dandibutuhkan kebun kelapa penyedia bahan baku seluas minimal 0,8 ha atau setara dengan 80 tanaman kelapa. Skala tersebut nampaknya tidak terlalu sulit dicapai, akan tetapi peluang pasar produk arang tempurung relatif kecil, sehingga untuk pengembangan industri ini perlu memperhatikan keseimbangan penawaran dan permintaan pasar secara cermat.
Pengembangan pengolahan arang dari tempurung lokasinya  harus berada di sekitar pasar tradisional, agar tidak jauh dari sumber bahan baku. Kendala dalam pengolahan arang tempurung dari limbah pasar ini adalah kondisi tempurung yang tidak utuh. Kebiasan masyarakat terutama di Jawa, memarut kelapa dilakukan setelah daging buah dipisah dengan tempurungnya. Cara pengupasan daging buah dengan tempurung adalah dengan melepas tempurung sedikit demi sedikit, sehingga tempurung menjadi kepingan-kepingan kecil.
Bentuk ini kurang memenuhi syarat untuk pembuatan arang. Kebiasan ini perlu diubah dengan cara pemarutan kelapa seperti di Sumatera, dimana pemarutan daging kelapa dilakukan pada kondisi daging dan tempurung masih bersatu, cara ini menyisakan tempurung yang utuh.
Selama ini industri pengolahan arang aktif di dalam negeri kurang berkembang. Ekspor dilakukan dalam bentuk arang tempurung oleh pengusaha menengah dengan melakukan sortasi arang yang diperoleh dari masyarakat. Hal ini menyebabkan nilai tambah yang diperoleh sangat rendah, dibandingkan jika mengolah arang sampai menjadi arang aktif; nilai tambahnya dapat mencapai lebih dari 300%.

3 komentar:

  1. Saluuut bu.
    Oh ya, saya juga punya pabrik kecil-kecilan arang tempurung di Sulawesi Barat. Kapasitas produksi pabrik kami saat ini, hanya mampu memproduksi 100ton/bulan.
    Spesifikasi produk kami, fix karbon minimal 80%. Ash Maksimal 3%. Volatile Maksimal 3%, dan Sparkling Maksimal 5%.
    Sayangnya, kendala kami di pemasaran. Harga penjualan terlalu kecil, sehingga margin sangat kecil.
    Kalau ibu ada buyer, bisa ndak produk kami ikut ditawarkan.

    Terima kasih

    Syahran Ahmad
    (081241278889)
    alamradnam@gmail.com

    BalasHapus
  2. untuk komunikasi,bisa hub mbak lusia dmn? krn sy mau mulai bisnis ini di kalbar.
    salam sukses selalu dan tks,

    ankgie
    noviandryisnaini@gmail.com

    BalasHapus
  3. saya ingin belajar dgn mba lusi..saya ingin membuka usaha sprt ibu di jawa barat..dan saya mempunyai lahan yg cukup luas..
    deni supriatna 085720044905
    denisupriatna30@gmail.com

    BalasHapus